
JAKARTA, zonabisnis.id – Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menyayangkan sikap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Zulfadhli yang menghalang-halangi Polda Aceh menangani dugaan kasus korupsi.
“Seharusnya didukung, bukan diintervensi,” kata Direktur Eksekutif Lemkapi, Edi Hasibuan, saat diminta tanggapannya, Senin (14/7/2025) malam.
Lemkapi meminta, siapa pun tidak melakukan intervensi proses hukum yang sedang dilakukan aparat kepolisian.
“Akan lebih bijaksana menunggu proses hukum itu selesai,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi Indonesia (Adihgi) itu berkeyakinan, penyidik Polda Aceh memiliki bukti-bukti, termasuk laporan awal dari masyarakat akan adanya dugaan korupsi.
“Tidak mungkin polisi memanggil seseorang tanpa bukti-bukti yang kuat. Nah, pemanggilan itu untuk memgetahui benar atau tidaknya kasus itu. Makanya sangat aneh dan bisa menimbulkan tanda tanya baru, kalau ada yang melakukan intervensi,” katanya.
Menurutnya, jika benar Ketua DPRA mengirim surat ke Polda Aceh dan Mabes Polri, itu hak dia. Karena menurut undang-undang, memang diperbolehkan masyarakat menanyakan apa yang sedang dilakukan kepolisian terkait penanganan kasus.
Ia menambahkan, sebuah lembaga yang secara resmi mengirim surat keberatan terkait kasus hukum, adalah sebuah intervensi terhadap proses hukum. Namun Edi memastikan, hal itu tidak akan mengganggu proses hukum yang sedang berlangsung.
“Justru polisi akan tertantang untuk membuktikan bahwa apa yang sudah dilakukan penyidik adalah benar. Penyidik pasti akan memanggil pihak lain yang terkait untuk mengungkap kasus itu. Polisi tidak akan mundur,” katanya.
Karena itu, kriminolog ini meminta DPRA secara kelembagaan dan Zulfadhli sebagai ketua, bisa menghormati proses hukum yang ditangani Polda Aceh. Bahkan seharusnya mendukung upaya hukum untuk menciptakan tata kelola keuangan yang bersih.
Dugaan Korupsi
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh, memanggil Ali Kausar, salah satu anggota Kelompok Kerja (Pokja) di Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Setda Aceh, pada 10 Juli 2025.
Surat pemanggilan resmi Ditreskrimsus Polda Aceh bernomor B/235/VIIRES.3.5/2025/Ditreskrimsus, tertanggal 8 Juli 2025, ditandatangani langsung Direktur Reskrimsus Kombes Pol Zulhir Destrian.
Dalam surat pemanggilan itu dijelaskan, penyidik dari Subdit III Tindak Pidana Korupsi tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam proyek pembangunan lanjutan lingkungan Gampong Geulumpang Samlakoe, Gampong Matang Cut, dan Gampong Pucok Alue di Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
Proyek tersebut dibiayai melalui Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh Tahun Anggaran 2023 yang dikelola Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh, dengan nilai mencapai Rp 728 juta.
Pemanggilan anggota Pokja di Biro BPBJ Setda Aceh ini ternyata membuat gerah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli.
Karena itu, Zukfadhli akan menyurati pimpinan di Ditreskrimsus Polda Aceh, bila perlu nanti ada tindak lanjut sampai ke Mabes Polri.
Ketua DPRA juga akan melayangkan surat serupa ke pimpinan Biro PBJ dan juga Pokja-Pokja, agar pihaknya dapat mengklarifikasi persoalan tersebut.
“Jadi nanti kita lihat, apakah upaya tersebut sebagai bagian dari penegakan hukum, atau hanya modus untuk ‘barter proyek’ semata,” tegasnya.
Penulis: Joko || Editor: Nurwiyanto || Foto: istimewa
No Responses